Jangan mengerjar hal yang tidak pasti tapi kejarlah hal yang pasti dan positif untuk hidup kita kedepannya bagaimana..
Wednesday, 10 April 2013

Kemenangan Hanya Ditangan Allah

Salam Motivasi Dari Blogger Sukabumi Tanzil Khaerul Akbar
PRINSIP PERTAMA :
Sesungguhnya Kemenangan Itu Hanya Di Tangan Alloh Saja.

Berdasarkan firman Alloh SWT:

وَمَا النَّصْرُ إِلاَّ مِنْ عِندِ اللهِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ
“Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Ali Imron:126 dan Al-Anfal:10).

Dalam ayat ini terdapat aqwaa asaaliibi an-hashri (uslub pembatasan yang paling kuat) yaitu an-nafyu (kalimat negatif / peniadaan) yaitu ( ما ) yang diikuti setelahnya dengan pengecualian yaitu ( إلا ). Pemahaman semacam ini juga dapat disimpulkan dari firman Alloh:
إِنْ يَنْصُرْكُمُ اللهُ فَلاَ غَالِبَ لَكُمْ وَإِنْ يَخْذُلْكُمْ فَمَنْ ذَا الَّذِيْ يَنْصُرُكُمْ مِنْ بَعْدِهِ
“Jika Allah menolong kamu, maka tak ada orang yang dapat mengalahkan kamu; dan jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu. (QS. Ali Imron:160)

Ketika pemahaman semacam ini hilang dari benak para sahabat rodliyallohu ‘anhum pada waktu perang Hunain, dan mereka merasa bangga dengan jumlah mereka yang banyak, maka mereka ditimpa kekalahan sehingga mereka memahami kembali bahwasanya jumlah dan sarana itu tidak bermanfaat sama sekali kecuali atas izin Alloh.

Alloh berfirman:
لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنكُمْ شَيْئًا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُم مًّدْبِرِينَ ثُمَّ أَنزَلَ اللهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَنزَلَ جُنُودًا لَّمْ تَرَوْهَا وَعَذَّبَ الَّذِينَ كَفَرُوا وَذَلِكَ جَزَآءُ الْكَافِرِينَ
“Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai orang-orang mu’minin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu ketika kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dan bercerai-berai. Kemudian Allah memberi ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah telah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir, dan demikian pembalasan kepada orang-orang yang kafir.” (QS. At-Taubah:25-26)

Maka Alloh mengingatkan mereka bahwasanya kemenangan mereka pada banyak medan perang itu bukanlah karena jumlah mereka yang banyak yang mereka banggakan, dan bahwasanya ketika mereka berbangga dan mengandalkan jumlah yang banyak, jumlah itu tidak bermanfaat bagi mereka dan merekapun ditimpa kekalahan. Kemudian Alloh memenangkan mereka setelah mereka mengalami kekalahan karena Alloh hendak menjelaskan kepada mereka bahwa kemenangan itu dari sisi Alloh bukan karena jumlah yang banyak yang tidak ada manfaatnya. Maka dengan kekalahan itu Alloh dapat mengembalikan mereka kepada pemahaman yang hilang dari sebagian orang ketika itu. Yaitu pemahaman
وَمَا النَّصْرُ إِلاَّ مِنْ عِندِ اللهِ
“Dan kemenangan itu hanyalah dari Allah.”

PRINSIP KEDUA:
Sesungguhnya Alloh Menjanjikan Kemenangan Kepada Hamba-HambaNya Yang Beriman Terhadap Musuh-Musuh Mereka Di Dunia

Sebuah janji yang benar yang tidak ada keraguan padanya, dan ini merupakan sunnah qodariyah yang tidak akan luput.
Alloh SWT berfirman:
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ رُسُلاً إِلَى قَوْمِهِمْ فَجَآءُوهُم بِالْبَيِّنَاتِ فَانتَقَمْنَا مِنَ الَّذِينَ أَجْرَمُوا وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ
“Dan sesungguhnya kami telah mengutus sebelum kamu beberapa orang rasul kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa keterangan-keterangan (yang cukup), lalu kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa. Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman”. (QS. Ar-Ruum:47)

Dan Alloh SWT berfirman:
وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ فَصَبَرُوْا عَلَى مَا كُذِّبُوْا وَأُوْذُوْا حَتَّى أَتَاهُمْ نَصْرُنَا وَلاَ مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِ اللهِ وَلَقَدْ جَاءَكَ مِنْ نَبَإِ الْمُرْسَلِيْنَ
“Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami terhadap mereka. Tak ada seorangpun yang dapat merobah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Dan sesungguhnya telah datang kepadamu sebahagian dari berita rasul-rasul itu”. (QS. Al-An’am:34)

لاَ مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِ اللهِ
“Tak ada seorangpun yang dapat merobah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah”.
Maksudnya adalah kalimat-kalimat qodariyah Nya yang pasti terjadi dengan firman Alloh SWT:
كُنْ فَيَكُوْنُ
“Jadilah, maka jadilah ia”.

Dan diantara kalimat-kalimat qodariyah ini adalah janji Alloh untuk menolong orang-orang beriman:
حَتَّى أَتَاهُمْ نَصْرُنَا
“Sampai datang pertolongan kami kepada mereka”.

Dan janji kemenangan ini adalah di dunia bukan hanya pada hari qiyamat, sebagaimana disebutkan pada ayat-ayat terdahulu. Dan berdasarkan firman Alloh SWT:
إِنَّا لَنَنصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ ءَامَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ اْلأَشْهَادُ
“Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman pada kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat)”. (QS. Al-Mu’min:51)

Dan berdasarkan firman Alloh SWT:

فَأَيَّدْنَا الَّذِينَ ءَامَنُوا عَلَى عَدُوِّهِمْ فَأَصْبَحُوا ظَاهِرِينَ
“Maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang”. (QS. Ash-Shoff:14)

Dan konsekuensi dari janji qodary untuk meraih kemenangan ini adalah berupa kokohnya kedudukan di muka bumi – kokohnya kedudukan ini adalah kekuasaan – hal ini berdasarkan firman Alloh SWT:
وَعَدَ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي اْلأَرْضِ كَمَااسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shaleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa”. (QS. An-Nuur:55)

Dan berdasarkan firman Alloh SWT:
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِرُسُلِهِمْ لَنُخْرِجَنَّكُم مِّنْ أَرْضِنَآ أَوْ لَتَعُودُنَّ فِي مِلَّتِنَا فَأَوْحَى إِلَيْهِمْ رَبُّهُمْ لَنُهْلِكَنَّ الظَّالِمِينَ وَلَنُسْكِنَنَّكُمُ اْلأَرْضَ مِن بَعْدِهِمْ ذَلِكَ لِمَنْ خَافَ مَقَامِى وَخَافَ وَعِيدِ
“Orang-orang kafir berkata kepada rasul-rasul mereka: “Kami sungguh-sungguh akan mengusir kamu dari negeri kami atau kamu kembali kepada agama kami”. Maka Rabb mereka mewahyukan kepada mereka: “Kami pasti akan membinasakan orang-orang zhalim itu, dan Kami pasti akan menempatkan kamu di negeri-negeri itu sesudah mereka. Yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) kehadiran-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku”. (QS. Ibrohim:13-14)

Ayat ini dan ayat dalam surat An-Nur sebelumnya merupakan nash tentang sunnatul istkhlaf al-qodariyah (hukum yang berlaku tentang kekuasaan – pent.), dan yang menjelaskan syarat-syarat agar berhak atas janji itu adalah:
الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
“Orang-orang yang beriman diantara kalian dan beramal sholih”.
Dan
ذَلِكَ لِمَنْ خَافَ مَقَامِيْ وَخَافَ وَعِيْدِ
“Yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) ke hadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku”.

Sedangkan firman Alloh dalam surat An-Nur yang berbunyi:
كَمَااسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ
“Sebagaimana Kami jadikan berkuasa orang-orang sebelum mereka”.

Merupakan penguat dan penjelas tentang sunnah qodariyah yang tidak akan pernah meleset ini. Artinya sebagaimana sunnah qodariyah ini berlaku pada orang-orang sebelum kalian, sunnah qodariyah tersebut akan berlaku pula atas kalian jika terpenuhi syarat-syaratnya.

PRINSIP KETIGA :
Sesungguhnya Janji Ini Diberikan Kepada Orang Yang Sempurna Imannya.

Berdasarkan firman Alloh SWT:
وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ
“Dan kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman”. (QS. Ar-Ruum:47)

Dan seorang hamba mendapatkan bagian dari kemenangan itu sesuai dengan kadar imannya. Semakin bertambah iman seseorang semakin banyak ia mendapatkan bagian dari kemenangan yang merupakan al-wa’du al-qodariy ini, dan apabila imannya berkurang akan berkurang pula kemenangan yang ia dapatkan.

Prinsip ini berdasarkan kaidah yang menyatakan bahwa iman itu berbilang, dan bahwa iman itu bertambah dan berkurang. Dan ini merupakan aqidah ahlus sunnah wal jama’ah, berdasarkan sabda Rosululloh Shallallahu'alaihi wa sallam:
اَلْإِيْمَانُ بِضْعٌ وَ سِتُّوْنَ أَوْ بِضْعٌ وَ سَبْعُوْنَ شُعْبَةً، فَأَعْلاَهَا شَهَادَةُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ
“Iman itu ada 60 lebih beberapa atau 70 lebih beberapa cabang. Yang paling tinggi adalah syahadat laa ilaaha illalloh, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan”. (Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Huroiroh)

Dan Rosululloh Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ رَأَيْتُ النَّاسَ يُعْرَضُوْنَ عَلَيَّ وَ عَلَيْهِمْ قُمُصٌ، مِنْهَا مَا يَبْلُغُ الثُّدِيَّ، وَمِنْهَا مَا دُوْنَ ذَلِكَ. وَعُرِضَ عَلَيَّ عُمَرَ بْنُ الْخَطَّابِ وَ عَلَيْهِ قَمِيْصٌ يَجُرُّهُ، قَالُوْا: فَمَا أَوَّلْتَ ذَلِِكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: اَلدِّيْنُ.
“Ketika saya tidur saya melihat manusia dinampakkan kepadaku sedangkan mereka mengenakan pakaian. Diantara mereka ada yang mengenakan pakaian sampai dada dan ada yang lebih rendah lagi. Dan Umar Ibnul Khothob dinampakkan kepadaku dengan mengenakan pakaian yang menutupi tubuhnya”. Para sahabat bertanya: “Engkau takwilkan apa hal itu wahai Rosululloh?” Beliau menjawab: ‘dien”. (Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhori dari Abu Sa’id)

Al-Bukhori mengatakan pada awal Kitabul Iman dalam kitab Shohihnya: “Iman itu mencakup perkataan dan perbuatan, bertambah dan berkurang”. Dan Ibnu Hajar berkata: “Dan begitulah yang dinukil oleh Abu Al-Qosim Al-Lalika’iy dalam kitab As-Sunnah dari Asy-Syafi’iy, Ahmad bin Hambal, Ishaq bin Rohawaih, Abu ‘Ubaid dan imam-imam yang lainnya. Dan diriwayatkan dengan sanad yang shohih bahwasanya Al-Bukhori berkata: “Saya telah bertemu dengan lebih dari seribu ulama’ dari berbagai daerah dan tidak saya dapati satu orangpun yang menyelisihi pendapat bahwa iman itu mencakup perkataan dan perbuatan, bertambah dan berkurang”. (Fat-hul Bariy I/47)

Saya katakan: Apabila bertambah iman seorang hamba maka akan bertambah kemenangan yang ia dapatkan dari al-wa’du al-qodary, dan begitu sebaliknya. Dalam kaitannya dengan jihad kami katakan bahwa kemenangan itu tergantung dengan dua syarat: Syarat umum dan Syarat khusus.

Adapun syarat umum adalah: I’dad imaniy yaitu dengan cara terus menambah cabang iman baik berupa amalan hati maupun amalan dzohir, baik secara ilmiyah maupun amaliyah supaya ia menjadi orang yang layak untuk mendapatkan janji yang tersebut dalam firman Alloh SWT:
وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ
“Dan Kami berkewajiban menolong orang-orang yang beriman”. (QS. Ar-Ruum:47)

Sedangkan syarat khususnya adalah I’dad maddiy dengan cara mengumpulkan senjata, mengobarkan semangat kaum muslimin untuk berperang dan berinfaq, dan juga mencakup semua bentuk tadrib askari (latihan militer). Alloh berfirman:
وَلاَيَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَبَقُوا إِنَّهُمْ لاَيُعْجِزُونَ
“Dan janganlah orang-orang yang kafir itu mengira, bahwa mereka akan dapat lolos (dari kekuasaan Allah). Sesungguhnya mereka tidak dapat melemahkan (Allah). Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi…” (QS. Al-Anfal:59-60)

Dalam ayat ini Alloh menjelaskan bahwa Dia itu mencakupi (kekuasaannya – pent.) orang-orang kafir dan berkuasa atas mereka. Mereka tidak dapat lolos dariNya. Namun demikian Alloh memerintahkan kita – meskipun ia Maha Kuasa – agar melaksanakan I’dadul quwwah dalam berbagai bentuknya dan agar kita bersungguh-sungguh dengan mengerahkan segala kemampuan dalam melaksanakan I’dad ini yang merupakan syarat untuk mendapatkan janji ilahiy untuk memenangkan orang-orang beriman. Karena dunia ini merupakan tempat ujian dan karena segala urusan di dunia ini berjalan sesuai dengan hukum sebab-musabab. Alloh menguji orang beriman dengan orang kafir untuk membuktikan kejujuran imannya, apakah dia akan memerangi orang kafir tersebut dan mengadakan persiapan untuk memeranginya sesuai dengan perintah Alloh atau tidak? Dan Alloh menguji orang kafir dengan orang beriman, apakah dia akan menyambut dakwah untuk beriman atau dia menolak sehingga memeranginya? Tentang ujian kedua belah pihak ini Alloh SWT berfirman:
ذَلِكَ وَلَوْ يَشَآءُ اللهُ لاَنتَصَرَ مِنْهُمْ وَلَكِن لِّيَبْلُوَا بَعْضَكُم بِبَعْضٍ
“Demikianlah, apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebagian kamu dengan sebagian yang lain”. (QS. Muhammad:4).

Dan diantara cakupan I’dad maddiy adalah menyatukan barisan kaum muslimin untuk menghadapi musuh mereka. Alloh berfirman:
وَلاَتَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا
“Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah”. (QS. Al-Anfal:46)

Alloh dalam ayat ini menjadikan pertikaian antara kaum muslimin itu merupakan penyebab kegagalan, bahkan merupakan penyebab kegagalan yang paling besar. Hal itu dinyatakan Alloh melalui nash Al-Qur’an, sebagaimana Alloh menjadikan kemenangan itu sebagai buah dari sikap kaum muslimin yang saling memberikan wala’nya antara satu dengan yang lainnya dalam firmanNya:
وَمَن يَتَوَلَّ اللهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللهِ هُمُ الْغَالِبُونَ
“Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang”. (QS. Al-Maidah:56)

Dan tidak diragukan lagi bahwa I’dad maddiy itu merupakan cabang iman karena ia merupakan salah satu bentuk sambutan terhadap perintah Alloh dalam ayat:
وَأَعِدُّوا لَهُم مَّااسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ
“Dan persiapkanlah untuk menghadapi mereka dengan segala kekuatan semampu kalian…”

Namun permasalahan ini akan kami bahas secara tersendiri karena pentingnya masalah ini. Dengan demikian hubungan I’dad maddiy dengan I’dad imaniy adalah hubungan permasalahan khusus dengan permasalahan umum.

PRINSIP KEEMPAT :
Sesungguhnya Tidak Terrealisasinya Janji Qodariy Yang Berupa Pertolongan Alloh Untuk Orang-Orang Yang Beriman Ini Menunjukkan Tidak Terpenuhinya Syarat-Syaratnya.

Yaitu karena hamba tersebut kurang maksimal dalam melaksanakan dua bentuk I’dad tersebut yaitu I’dad imaniy dan I’dad maddiy atau salah satu diantara keduanya.

Dan tidak terrealisasinya janji ini artinya adalah orang-orang kafir menang atas kaum muslimin, dan negaranya dikuasai oleh orang-orang kafir. Semua ini disebabkan oleh lemahnya iman dan disebabkan maksiyat serta dosa. Alloh SWT berfirman:
وَمَآأَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِن نَّفْسِكَ
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri”. (QS. An-Nisa’:79)

Dan Alloh SWT berfirman:
وَمَآأَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا عَن كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)”. (QS. Asy-Syuro’:30)

Dan Alloh SWT berfirman:

ذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا نِّعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَابِأَنفُسِهِمْ
“Yang demikian (siksaan) itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah suatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada sesuatu kaum, pada diri mereka sendiri”. (QS. Al-Anfal:53)
I
bnu Katsir berkata: “Alloh memberitahukan tentang sempurnanya keadilanNya dalam hukumnya dengan (menjelaskan) bahwa Ia tidak akan merubah sebuah nikmat yang Ia anugerahkan kepada seseorang kecuali jika dia melakukan dosa”. Dan Alloh berfirman:
إِنَّ اللهَ لاَيَظْلِمُ النَّاسَ شَيْئًا وَلَكِنَّ النَّاسَ أَنفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
“Sesungguhnya Allah tidak berbuat zhalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zhalim kepada diri mereka sendiri”. (QS. Yunus:44)

Sunnah qodariyah ini tidak pilih kasih kepada seorangpun, meskipun terhadap orang yang paling baik sekalipun. Diantara contohnya adalah kekalahan, luka-luka dan pembunuhan yang menimpa para sahabat ketika perang Uhud yang diakibatkan oleh maksiat sebagian dari mereka terhadap perintah Nabi SAW. Dari peristiwa ini dapat dipahami bahwa kemaksiatan yang dilakukan oleh sebagian orang dalam sebuah amal jama’iy yang membahayakan semua anggota. Alloh berfirman tentang apa yang menimpa para sahabat pada perang Uhud:
أَوَلمَاَّ أَصَابَتْكُمْ مُصِيْبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ
“Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar) kamu berkata: “Dari mana datangnya (kekalahan) ini”. Katakanlah: “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri”. (QS. Ali Imron:165)
(Lihat tafsir Adlwaa’ul Bayan, karangan Asy-Syinqiithiy III/152-156).

Maka sesungguhnya berkuasanya musuh terhadap kaum muslimin itu merupakan ‘uqubah qodariyah (hukuman secara taqdir) terhadap kaum muslimin lantaran kemaksiatan yang mereka lakukan. Ini kaitannya dengan musuh yang berasal dari daerah setempat, dan begitu pula kaitannya dengan musuh yang asing, sebagaimana firman Alloh:
وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَانِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِيْنٌ
“Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran (Rabb) Yang Maha Pemurah (Al-Qur’an), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya”. (QS. Az-Zukhruf:36)

Maka seorang hamba itu dengan kemaksiatan yang ia lakukan ia telah membuka peluang kepada syetan yang mengakibatkan dia kalah dalam menghadapi musuhnya dari kalangan manusia, sebagaimana firman Alloh SWT:
إِنَّ الَّذِينَ تَوَلَّوْا مِنكُمْ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ إِنَّمَا اسْتَزَلَّهُمُ الشَّيْطَانُ بِبَعْضِ مَاكَسَبُوا
“Sesungguhnya orang-orang yang berpaling diantaramu pada hari bertemu dua pasukan itu, hanya saja mereka digelincirkan oleh syaitan, disebabkan sebagian kesalahan yang telah mereka perbuat (di masa lampau)”. (QS. Ali Imron:155)

Dengan kata lain dapat kita katakan bahwa sesungguhnya penyebab kekalahan kaum muslimin itu adalah penyebab intern (yang berasal dari diri mereka sendiri). Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Tsauban ra.; Sesungguhnya Rosululloh SAW bersabda:
إِنَّ اللهَ زَوَى لِيَ اْلأَرْضَ فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَإِن أُمَّتِيْ سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا وَأُعْطِيْتُ الْكَنْزَيْنِ اْلأَحْمَرَ وَ اْلأَبْيَضَ وَ إِنِّي سَأَلْتُ رَبِّيْ لِأُمَّتِيْ أَنْ لاَ يُهْلِكَهَا بِسَنَةٍ عَامَّةٍ وَأَنْ لاَ يُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ فَيَسْتَبِيْحَ بَيْضَتَهُمْ وَإِنَّ رَبِّيْ قَالَ يَا مُحَمَّدُ إِنِّيْ إِذَا قَضَيْتُ قَضَاُءً فَإِنَّهُ لاَ يُرَدُّ وَإِنِّيْ أَعْطَيْتُكَ لِأُمَّتِكَ أَنْ لاَ أُهْلِكَهُمْ بِسَنَةٍ عَامَّةٍ وَ أَنْ لاَ أُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ يَسْتَبِيْحُ بَيْضَتَهُمْ وَ لَوِ اجْتَمَعَ عَلَيْهِمْ مَنْ بِأَقْطَارِهَا حَتَّى يَكُوْنَ بَعْضُهُمْ يُهْلِكُ بَعْضًا وَ يَسْبِي بَعْضُهُمْ بَعْضًا
“Sesungguhnya Alloh menciutkan bumi untukku sehingga aku dapat melihat dari belahan timur sampai barat, dan sesungguhnya kekuasaan umatku akan meliputi semua yang diciutkan kepadaku. Dan aku diberi dua harta pusaka, merah dan putih. Dan aku memohon kepada Robbku agar umatku tidak dimusnahkan dengan lantaran paceklik yang menyeluruh dan agar mereka tidak dikuasai oleh musuh dari golongan selain mereka sehingga mereka menjarah wilayah mereka. Dan sesungguhnya Robbku mengatakan kepadaku: “Wahai Muhammad, sesungguhnya Aku telah menetapkan suatu ketetapan yang tidak bisa ditolak, dan Aku telah berikankepada umatmu yaitu Aku tidak akan memusnahkan mereka dengan lantaran paceklik yang meluas dan Aku tidak akan menguasakan musuh yang berasal dari golongan mereka terhadap mereka yang akan menjarah wilayah mereka meskipun semua bangsa dari berbagai penjuru dunia berkumpul mengeroyok mereka, sampai umatmu sebagiannya menghancurkan dan menawan sebagian yang lainnya”.

Hadits ini menerangkan bahwa musuh yang kafir (dari luar golongan mereka) tidak akan dapat menguasai kaum muslimin kecuali jika mereka telah melakukan kerusakan sampai pada batas-batas tertentu. Hadits ini merupakan nash yang nyata yang menunjukkan bahwa sebenarnya sebab kekalahan kaum muslimin itu adalah intern (sebab yang berasal dari diri mereka sendiri).

Dari sini dapat kita pahami kesalahan orang yang mengatakan bahwa kekalahan dan kelemahan kaum muslimin itu disebabkan oleh makar dan konspirasi orang-orang kafir. Sebagaimana pendapat beberapa penulis yang menggambarkan kehebatan orang-orang Yahudi dan konspirasi syetan mereka dan menganggap semua kerusakan itu terpulang kepada mereka. Padahal sebenarnya hakekat yang harus dipahami setiap muslim adalah sesungguhnya segala musibah yang menimpa kaum muslimin itu yang paling bertanggung jawab adalah kaum muslimin itu sendiri, berdasarkan firman Alloh SWT:
مَّآأَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللهِ وَمَآأَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِن نَّفْسِكَ وَأَرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُولاً وَكَفَى بِاللهِ شَهِيدًا
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi”. (QS. An-Nisa’:79)

Dan karena Alloh telah memberitakan kepada kita sesungguhnya makar orang-orang kafir itu lemah di hadapan orang-orang yang beriman yang sempurna imannya, Alloh SWT berfirman:
لَن يَّضُرُّوكُمْ إِلآَّأَذًى وَإِن يُقَاتِلُوكُمْ يُوَلُّوكُمُ اْلأَدْبَارَ ثُمَّ لاَ يُنصَرُونَ
“Mereka sekali-kali tidak akan dapat membuat mudharat kepada kamu, selain dari adzaa (gangguan-gangguan celaan) saja, dan jika mereka berperang dengan kamu, pastilah mereka berbalik melarikan diri ke belakang (kalah). Kemudian mereka tidak mendapat pertolongan”. (QS. Ali Imron:111)

Yang dimaksud dengan adzaa (gangguan) adalah bahaya yang ringan. Hal ini dijelaskan dengan dikecualikannya dari bahaya secara umum. Kemudian kemenangan akhir itu adalah bagi orang-orang yang bertaqwa, dan Alloh SWT berfirman:
فَقَاتِلُوا أَوْلِيَآءَ الشَّيْطَانِ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا
“Sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syetan itu adalah lemah”. (QS. An-Nisa’:76)

Ayat ini merupakan nash yang menetapkan atas lemahnya konspirasi dan kekuasaan mereka. Dan Alloh SWT berfirman:
ذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ مَوْلَى الَّذِينَ ءَامَنُوا وَأَنَّ الْكَافِرِينَ لاَمَوْلَى لَهُمْ
“Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman dan karena sesungguhnya orang-orang kafir itu tiada mempunyai pelindung”. (QS. Muhammad:11)

Dengan demikian maka kekalahan kaum muslimin itu pada awalnya berasal dari diri mereka sendiri sebelum berasal dari musuh mereka. Dan kaum muslimin dengan kemaksiatan mereka telah membukakan peluang kepada musuh mereka untuk berkuasa. Prinsip yang keempat ini hendaknya dijadikan tolok ukur untuk introspeksi oleh setiap individu, dan perkumpulan Islam. Dan hendaknya mereka mengembalikan semua permasalahan mereka atas dasar bahwa segala apa yang menimpa mereka itu merupakan akibat dari dosa mereka. Introspeksi ini wajib dilakukan berdasarkan firman Alloh SWT:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (QS. Ar-Ruum:41)

Dan juga berdasarkan firman Alloh SWT:
ولنذيقنهم من العذاب الأدنى دون العذاب الأكبر لعلهم يرجعون
“Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat); mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (QS. As-Sajdah:21)

Perhatikanlah perkataan para pengikut Nabi terdahulu, agar engkau memahami bahwa prinsip ini merupakan ketetapan pada seluruh syari’at, karena mereka ketika terkena musibah di jalan Alloh mereka memahami bahwa musibah itu akibat dosa-dosa mereka. Maka mereka bersegera untuk istighfar dan taubat. Alloh SWT berfirman:
وَكَأَيِّن مِّن نَّبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَآأَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا وَاللهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ وَمَا كَانَ قَوْلَهُمْ إِلاَّ أَن قَالُوا رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
“Dan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. Tidak ada do’a mereka selain ucapan: “Ya Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami, dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”. (QS. Ali Imron:146-147)

Dan itulah yang dilakukan oleh ash-haabul jannah (para pemilik kebun yang dihancurkan kebun mereka). Ketika kebun mereka hancur mereka mengerti bahwa hal itu akibat dari dosa-dosa mereka, maka mereka bertaubat. Alloh SWT berfirman:
قَالَ أَوْسَطُهُمْ أَلَمْ أَقُل لَّكُمْ لَوْلاَ تُسَبِّحُونَ قَالُوا سُبْحَانَ رَبِّنَآ إِنَّا كُنَّا ظَالِمِينَ فَأَقْبَلَ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ يَتَلاَوَمُونَ قَالُوا يَاوَيْلَنَآ إِنَّا كُنَّا طَاغِينَ عَسَى رَبُّنَآ أَن يُبْدِلَنَا خَيْرًا مِّنْهَآ إِنَّآ إِلَى رَبِّنَا رَاغِبُونَ
“Berkatalah seorang yang paling baik pikirannya diantara mereka: “Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, hendaklah kamu bertasbih (kepada Rabbmu)”. Mereka mengucapkan: “Maha Suci Rabb kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zhalim”. Lalu sebagian mereka menghadapi sebagian yang lain seraya cela-mencela. Mereka berkata: “Aduhai celakalah kita; sesungguhnya kita ini adalah orang-orang yang melampaui batas”. Mudah-mudahan Rabb kita memberi ganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik daripada itu; sesungguhnya kita mengharapkan ampunan dari Rabb kita”. (QS. Al-Qolam:28-32)

PRINSIP KELIMA :
Jika Janji Ini Tidak Terrealisasi Maka Seseorang Tidak Akan Berhak Mendapatkannya Kecuali Jika Dia Merubah Keadaannya Untuk Menyempurnakan Syarat-Syarat Untuk Mendapatkan Janji Ini.

Alloh SWT berfirman:
إِنَّ اللهَ لاَيُغَيِّرُ مَابِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَابِأَنفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. (QS. Ar-Ro’du:11)

Ini merupakan sunnah qodariyah yang tidak akan pernah berubah. Hal ini menuntut seorang hamba harus segera memperbaiki dirinya supaya Alloh mengentaskannya dari bencana kemudian menggantikannya dengan kenikmatan. Apabila dia tetap saja bermaksiat kemudian dia berharap bencana itu sirna maka harapannya itu tidak akan pernah terwujud. Kalau pada prinsip yang keempat diterangkan bahwa penyebab utama kegagalan kaum muslimin adalah berasal dari dirinya sendiri, maka prinsip yang kelima ini menjelaskan bahwa untuk merubah kegagalan ini juga harus dimulai dari dirinya sendiri.
حَتَّى يُغَيِّرُوا مَابِأَنفُسِهِمْ
“Sehingga mereka merubah apa yang ada pada diri mereka”

Lima prinsip tentang kemenangan dan kekalahan ini seharusnya tidak dilupakan oleh kaum muslimin khususnya para ‘amilin (para pejuang) di medan dakwah dan jihad.

Ibnul Qoyyim menjelaskan prinsip ini secara panjang lebar – meskipun beliau tidak menyatakan secara tegas – dalam kitabnya Al-Jawaabu Al-Kafiy Liman Sa’ala ‘An Ad-Dawaa’ Asy-Syafiy, beliau dalam kitab tersebut menjelaskan dampak yang ditimbulkan oleh dosa terhadap individu dan bangsa. Dan dalam kitabnya yang berjudul Ighotsatu Al-Lahfaan Min Mashooyidi Asy-Syaithon beliau meletakkan beberapa pasal yang bagus. (II/188-208 cet. Darul Kutub Al-‘Ilmiyah 1407 H). Pasal-pasal tersebut menerangkan syarat-syarat terrealisasinya sunnah qodariyah supaya kaum muslimin mendapatkan kemenangan dan kenapa kemenangan itu tidak didapatkan dan apa hikmah di balik itu semua? Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga membahas dalam kitabnya yang berjudul Al-Hasanah Wa As-Sayyi’ah. Di sana beliau menjelaskan permasalahan ini di sela-sela beliau menafsirkan firman Alloh SWT:
مَّآأَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللهِ وَمَآأَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِن نَّفْسِكَ وَأَرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُولاً وَكَفَى بِاللهِ شَهِيدًا
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi”. (QS. An-Nisa’:79)

Dan saya serukan kepada setiap muslim khususnya para ‘amilin (pejuang) untuk Islam agar membaca dan merenungkan kitab-kitab tersebut. Karena kitab-kitab tersebut menjelaskan prinsip-prinsip yang telah saya sebutkan di atas yang mana setiap muslim harus mengetahui dan mengamalkannya.

Ibnul Qoyyim mengatakan (Ighotsatu Al-Lahfaan, hal. II/193-195): “Sesungguhnya Alloh SWT menjamin akan menolong dienNya, golonganNya dan para waliNya hanyalah untuk orang-orang yang melaksanakan dienNya baik secara ilmu maupun secara amal. Dan Alloh tidak menjamin akan menolong kebatilan meskipun pelakunya berkeyakinan bahwa dia berhak untuk mendapatkan pertolongan alloh. Begitu pula dengan al-‘izzah (kemulian) dan al-‘uluw (ketinggian derajat) sesungguhnya keduanya hanya dapat diraih oleh orang yang beriman sesuai dengan ajaran yang diajarkan para Rosul yang diutus oleh Alloh dan kitab yang diturunkanNya, yang mencakup ilmu, amal dan haal (kondisi). Alloh SWT berfirman:
وَأَنتُمُ اْلأَعْلَوْنَ إْن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
“Padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman”. (QS. Ali Imron:139)

Maka seorang itu mendapatkan ketinggian sesuai dengan imannya. Alloh SWT berfirman:
وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُوْلِهِ وَ لِلْمُؤْمِنِيْنَ
“Dan kemuliaan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mu’min”. (QS. Al-Munafiqun:8)

Maka seorang hamba itu mendapatkan jatah ‘izzah sesuai dengan kadar iman yang ada padanya. Dan apabila ia tidak mendapatkan jatah al-‘uluw dan al-‘izzah maka itu disebabkan oleh imannya yang kurang, yang mencakup ilmu dan amal, lahir dan batin.

Dan begitu pula pembelaan Alloh terhadap seorang hamba itu diberikan sesuai dengan imannya. Alloh SWT berfirman:
إِنَّ اللهَ يُدَافِعُ عَنِ الَّذِينَ ءَامَنُوا
“Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah beriman”. (QS. Al-Hajj:38)

Apabila pembelaan itu melemah maka hal itu disebabkan oleh berkurangnya imannnya.

Dan begitu pula al-kifayah (mencukupi kebutuhan) dan al-hasbu (jaminan) yang diberikan Alloh itu sesuai dengan kadar iman yang ada padanya. Alloh SWT berfirman:
يَآأَيُّهَا النَّبِيُّ حَسْبُكَ اللهُ وَمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
“Hai Nabi, cukuplah Allah menjadi hasbu bagimu dan bagi orang-orang mu’min yang mengikutimu”. (QS. Al-Anfal:64)

Yang dimaksud dengan sebagai hasbu bagimu dan bagi para pengikutmu adalah sebagai yang mencukupi kebutuhanmu dan mencukupi kebutuhan mereka. Dengan demikian maka jaminan yang diberikan Alloh itu sesuai dengan kadar mereka dalam mengikuti dan mentaati RosulNya, dan apabila imannya berkurang berkurang pula jaminanNya.

Dan menurut Ahlus Sunnah Wal Jama’ah iman itu bertambah dan berkurang.
Begitu pula al-walaayah (pertolongan, perlindungan – pent.) yang diberikan Alloh kepada seorang hamba itu sesuai dengan keimanan padanya. Alloh SWT berfirman:
وَاللهُ وَلِيُّ الْمُؤْمِنِينَ
“Dan Alloh adalah Wali semua orang-orang yang beriman”. (QS. Ali Imron:68)

Dan Alloh SWT berfirman:
اللهُ وَلِيُّ الَّذِينَ ءَامَنُوا
“Alloh Wali orang-orang yang beriman”. (QS. Al-Baqoroh:257)

Begitu pula al-ma’iyyah al-khoshoh (kebersamaan Alloh yang berupa bantuan dan pembelaan – pent.) hanyalah diberikan kepada orang yang beriman. Sebagaimana firman Alloh SWT:
وَأَنَّ اللهَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ
“Dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang beriman” (QS. Al-Anfal:19)

Apabila iman itu berkurang dan melemah maka jatah seorang hamba yang berupa al-walaayah dan al-ma’iyyah al-khoshoh dari Alloh sesuai dengan kadar iman padanya. Begitu pula an-nashru (pertolongan) dan at-ta’yiidu (bantuan) yang sempurna itu hanya diberikan kepada orang yang sempurna imannya. Alloh SWT berfirman:
إِنَّا لَنَنصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ ءَامَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ اْلأَشْهَادُ
“Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman pada kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat)”. (QS. Al-Mu’min:51)

Dan Alloh SWT berfirman:
فَأَيَّدْنَا الَّذِينَ ءَامَنُوا عَلَى عَدُوِّهِمْ فَأَصْبَحُوا ظَاهِرِينَ
“Maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang”. (QS. Ash-Shoff:14)

Maka barangsiapa yang berkurang imannya, akan berkurang pula jatah dia dari an-nashru (pertolongan) dan at-ta’yid (bantuan). Oleh karena itu seorang hamba itu tertimpa musibah pada diri atau hartanya atau berkuasanya musuh atas dirinya itu disebabkan oleh maksiat yang dia lakukan, baik berupa meninggalkan kewajiban atau melakukan perbuatan yang diharamkan. Perbuatan ini adalah merupakan berkurangnya iman.

Dengan demikian hilanglah kerancuan yang dikatakan oleh banyak orang tentang firman Alloh SWT :
وَلَن يَجْعَلَ اللهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلاً
“Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman”. (QS. An-Nisa’:141)

Banyak orang yang mengatakan bahwa maksud ayat ini adalah Alloh tidak akan membukakan peluang bagi orang kafir untuk mengalahkan kaum muslimin dari sisi hujjah.

Dan yang benar adalah: Sebenarnya ayat ini sama dengan ayat-ayat lain yang senada dengan ayat ini. Bahwa yang ditutup peluangnya itu adalah bagi orang-orang yang sempurna imannya. Apabila iman itu melemah maka musuh mereka mendapatkan peluang untuk mengalahkan mereka sesuai dengan kadar berkurangnya iman mereka. Maka mereka telah membuka jalan untuk musuh-musuh mereka untuk menguasai diri mereka karena mereka meninggalkan ketaatan kepada Alloh. Maka sebenarnya seorang yang beriman itu adalah mulia, menang, dibantu, diberi pertolongan, dicukupi kebutuhannya dan dibela di mana saja dia berada, meskipun orang seluruh dunia berkumpul untuk mencelakakannya, jika ia melaksanakan iman dengan sebenar-benarnya, dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya baik yang lahir maupun batin. Sesungguhnya Alloh SWT telah berfirman kepada orang-orang beriman:
وَلاَ تَهِنُوا وَلاَ تَحْزَنُوا وَأَنتُمُ اْلأَعْلَوْنَ إْن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman” .(QS: Ali Imron:139)

Dan Alloh SWT berfirman:
فَلاَتَهِنُوا وَتَدْعُوا إِلَى السَّلْمِ وَأَنتُمُ اْلأُعْلَوْنَ وَاللهُ مَعَكُمْ وَلَن يَّتِرَكُمْ أَعْمَالَكُمْ
“Janganlah kamu lemah dan minta damai padahal kamulah yang di atas dan Allah (pun) beserta kamu dan Dia sekali-kali tidak akan mengurangi (pahala) amal-amalmu”. (QS. Muhammad:35)

Maka sesungguhnya jaminan ini hanyalah diberikan berdasarkan keimanan dan amalan mereka yang mana keimanan dan amalan mereka itu termasuk tentara Alloh yang karenanya Alloh menjaga mereka dan tentara-tentara Alloh yang berupa iman dan amal itu tidak Alloh pisahkan dari mereka sehingga Alloh terlantarkan mereka sebagaimana tentara-tentara yang berupa iman dan amal itu Alloh jauhkan dari orang-orang kafir dan munafik karena memang bukan milik mereka, dan amalan-amalan mereka tidak sesuai dengan perintahNYa”.

Dan Ibnul Qoyyim mengatakan dalam kitabnya yang berjudul Al-Jawaabu Al-Kafiy tentang hukuman-hukuman qodariyah yang diakibatkan dosa: “Diantara hukumannya adalah Alloh mencabut dari hati manusia rasa segan kepadanya, ia menjadi remeh di hadapan mereka dan merekapun meremehkan dia, sebagaimana dia meremehkan perintah Alloh. Maka kecintaan manusia kepada seseorang itu sesuai dengan kecintaan orang tersebut kepada Alloh, dan takutnya manusia kepada seorang hamba itu sesuai dengan takutnya hamba tersebut kepada Alloh, dan manusia itu mengagungkan seorang hamba itu sesuai dengan pengagungan hamba tersebut terhadap hurumat (hal-hal yang disucikan – pent.) Alloh. Bagaimana seseorang mengharapkan untuk tidak dilecehkan kehormatan dirinya sedangkan dia melecehkan hurumat Alloh? Bagaimana Alloh tidak jadikan manusia meremehkan dirinya sedangkan dia meremehkan hak Alloh? Bagaimana manusia tidak meremehkannya sedangkan dia meremehkan kemaksiatan?”

Alloh telah mengisyaratkan hal ini dalam kitabNya ketika menyebutkan hukuman dari dosa-dosa. Dan sesungguhnya Alloh membalikkan dosa-dosa tersebut kepada para pelakunya. Dan Alloh tutup hati mereka. Maka Alloh mengunci hati mereka dengan dosa-dosa mereka, dan sesungguhnya Alloh melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan Alloh. Dan Alloh menghinakan mereka sebagaimana mereka menghinakan dienNya. Dan menterlantarkan mereka sebagaimana mereka menterlantarkan perintahNya. Oleh karena itu Alloh berfirman dalam ayat yang menyebutkan bahwa semua makhluq itu bersujud kepadaNya, Alloh SWT berfirman dalam ayat tersebut:
وَمَن يُهِنِ اللهُ فَمَالَهُ مِن مُّكْرِمٍ
“Dan barangsiapa yang dihinakan Allah maka tidak seorangpun yang memuliakannya”. (QS. Al-Hajj:18)

Ketika mereka meremehkan sujud kepada Alloh dan mereka tidak mau melakukannya, Alloh hinakan mereka, sehingga tidak ada orang yang memuliakannya setelah Alloh menghinakannya. Dan siapakah yang akan memuliakan orang yang Alloh hinakan? Atau siapakah yang akan menghinakan orang yang Alloh muliakan?” (hal. 80-81)

Dan beliau mengatakan di tempat yang lain: “Diantara hukuman dosa-dosa adalah: Sesungguhnya dosa-dosa itu memusnahkan kenikmatan kemudian menggantikannya dengan bencana. Sehingga tidak ada satu kenikmatan yang hilang dari seorang hamba atau datangnya bencana padanya kecuali disebabkan dosa yang ia kerjakan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ali bin Abi Tholib ra.: “Tidaklah bencana itu turun kecuali disebabkan oleh dosa dan tidak akan dihilangkan kecuali dengan taubat”. Alloh SWT berfirman:
وَمَآأَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا عَن كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)”. (QS. Asy-Syuro:30)

Dan Alloh SWT berfirman:
ذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا نِّعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَابِأَنفُسِهِمْ وَأَنَّ اللهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Yang demikian (siksaan) itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah suatu nikmat yang telah dianugerahkanNya kepada sesuatu kaum, pada diri mereka sendiri”. (QS. Al-Anfal:53)

Dalam ayat-ayat tersebut Alloh memberitahukan bahwasanya Alloh tidak merubah kenikmatan yang telah Alloh berikan kepada seseorang sehingga orang itu sendiri yang merubahnya. Ia merubah ketaatannya kepada Alloh dengan kemaksiatan, ia merubah dengan kekafiran dan dia merubah faktor-faktor yang menyebabkan Alloh ridlo dengan faktor-faktor yang menyebabkan kemurkaanNya. Sebagai balasan yang sesuai dengan perbuatannya. Dan Robbmu sama sekali tidaklah berbuat dzolim kepada hambanya. Dan apabila dia mengubah kemaksiatannya dengan ketaatan, Alloh akan merubah hukuman dengan kesejahteraan dan merubah kehinaan dengan kemuliaan. Alloh SWT berfirman:
إِنَّ اللهَ لاَيُغَيِّرُ مَابِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَابِأَنفُسِهِمْ وَإِذَآ أَرَادَ اللهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلاَ مَرَدَّ لَهُ وَمَالَهُم مِّن دُونِهِ مِنْ وَالٍ
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. (QS. Ar-Ro’du:11)
(Al-Jawaabul Kafi hal. 85-86 Darun Nadwah Al-Jadidah Thn. 1400 H).

Saya katakan: Nukilan-nukilan dari Ibnul Qoyyim ini menjelaskan tentang lima prinsip yang telah saya sebutkan di atas dengan penjelasan yang gamblang. Dan setelah menjelaskan lima prinsip ini kita bertanya: bagaimana posisi kita – kaum muslimin – sekarang?

Jumlah kita lebih dari satu milyar, sedangkan negeri kaum muslimin merupakan negara yang kaya dengan kekayaan alam yang terbentang dari timur sampai barat dan mayoritas berada di tempat-tempat yang strategis di berbagai lintasan laut dan selat. Lalu bagaimana keadaan mereka yang berjumlah satu milyar itu? Dimanakah pusat wilayah mereka dan apa peran mereka di dunia ini?

Dan bagaimana sebuah bangsa yang tidak lebih dari dua juta dapat berkuasa. Ia menebar kehinaan, kemurkaan dan laknat dalam hitungan yang besar, yaitu bangsa Yahudi. Bagaimana bangsa ini bisa menguasai seratus juta muslim Arab? Bagaimana bangsa itu bisa mewujudkan sebuah negara di jantung negeri kaum muslimin – saya tidak katakan negeri Islam – yang sebelumnya mereka tidak mempunyai satu negeripun?

Padahal kita membaca dalam kitabulloh:
فَقَاتِلُوا أَوْلِيَآءَ الشَّيْطَانِ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا
“Maka perangilah wali-wali syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah”. (QS. An-Nisa’:76)

Dan kita membaca:
لَن يَّضُرُّوكُمْ إِلآَّأَذًى وَإِن يُقَاتِلُوكُمْ يُوَلُّوكُمُ اْلأَدْبَارَ ثُمَّ لاَ يُنصَرُونَ
“Mereka sekali-kali tidak akan dapat membuat mudharat kepada kamu, selain dari gangguan-gangguan celaan saja, dan jika mereka berperang dengan kamu, pastilah mereka berbalik melarikandiri ke belakang (kalah). Kemudian mereka tidak mendapat pertolongan”. (QS. Ali Imron:111)

Dan kita membaca:
وَلَوْ قَاتَلَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوَلَّوُا اْلأَدْبَارَ
“Dan sekiranya orang-orang kafir itu memerangi kamu pastilah mereka berbalik melarikan diri ke belakang (kalah)”. (QS. Al-Fath:22)

Dan kita melihat kenyataan yang kita hadapi bertentangan dengan hal itu. Orang-orang kafir yang asli maupun para penguasa murtad menimpakan siksaan kepada kaum muslimin. Mereka membunuh kaum laki-laki, menggiring mereka ke dalam sel penjara dan menyiksa mereka. Mereka menawan kaum muslimat dan memperkosa mereka di dalam penjara-penjara thoghut. Ditambah lagi dengan penjarahan dan pengubahan dien, menyebarkan fitnah dan kekejian untuk mencetak generasi yang tidak mempunyai hubungan dengan diennya.

Dan kita melihat media massa dan kegiatan ilmiyah yang islami dan luas tidak memberikan dampak sedikitpun pada kondisi kaum muslimin. Inilah yang menyebabkan hilangnya berkah ilmu. (Lihat Al-Jawab Al-Kafiy, hal. 60 dan 96). Karena ilmu dan media massa ini tidak digunakan untuk mencari keridloan Alloh. Mereka menggunakannya untuk mendapatkan kepemimpinan atau harta atau pekerjaan atau untuk memperkuat kebatilan penguasa dan memperkokoh pasak-pasak orang-orang kafir yang membuat kedzoliman di dalam negeri, lalu mereka menyebar kerusakan padanya. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal sholih dari kalangan ulama’. Dan mereka ini jumlahnya sedikit. Lihatlah pada hari ini betapa banyak buku-buku dan kaset-kaset tape dan video, koran dan majalah ilmiyah yang diterbitkan dan diberikan secara benar atau secara batil. Banyak diadakan muktamar Islam, perlombaan-perlombaan, universitas-universitas, pondok-pondok pesantren radio dan bulletin. Sangat banyak dan bermacam-macam yang belum pernah terjadi sebelumnya. Lalu apa yang dihasilkan dari semua ini?

Saya di sini tidak mau memaparkan kondisi kaum muslimin, karena bahasan masalah ini ada buku-buku khusus yang membahasnya (sebagai contoh adalah kitab Haadliru Al-‘Alami Al-Islami, karangan Ustadz Jamil Al-Mishriy), namun yang saya harapkan di sini adalah hendaknya setiap muslim memahami lima prinsip tersebut kaitannya dengan kondisi kita sekarang.

Maka tidak tercapainya kemenangan dan kemuliaan oleh kaum muslimin ini artinya adalah sangat kurangnya iman mereka yang berupa ilmu dan amal. Alloh SWT berfirman:
وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ
“Dan Kami berkewajiban menolong orang-orang yang beriman”. (QS. Ar-Ruum:47)

Manakah janji itu? Apakah kita mendapatkannya? Dan siapakah yang disebutkan dalam firman Alloh SWT:
وَلاَ تَهِنُوا وَلاَ تَحْزَنُوا وَأَنتُمُ اْلأَعْلَوْنَ إْن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman”. (QS. Ali Imron:139)

Inilah prinsip yang ke tiga.
Dan semua bencana, perpecahan dan kehinaan yang terjadi pada diri kita ini adalah akibat dari dosa-dosa kita, berdasarkan firman Alloh SWT:
وَمَآأَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا عَن كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)”. (QS. Asy-Syuro:30)

Dan berdasarkan firman Alloh SWT:
وَمَآأَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِن نَّفْسِكَ
“Dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri”. (QS. An-Nisa’:79)

Dan diantara maksiat tersebut adalah qu’uud ‘anil jihaad (meninggalkan jihad). Lebih buruk lagi adalah orang yang menjadikan dalil-dalil syar’i tersebut sebagai alasan untuk membenarkan sikap mereka yang meninggalkan jihad. Dan ini adalah prinsip yang keempat.

Kegagalan kita dalam mendapatkan pertolongan dari Alloh SWT ini serta bencana yang menimpa kita saat ini tidak akan hilang dari kita kecuali jika kita mau merubah diri kita sesuai dengan apa yang dicintai dan diridloi Robb kita, berdasarkan firman Alloh SWT:
إِنَّ اللهَ لاَيُغَيِّرُ مَابِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَابِأَنفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. (QS. Ar-Ro’du:11)

Dan ini adalah prinsip yang kelima.

Dari pembahasan di atas dapat kita katakan bahwasanya gerakan-gerakan Islam pada hari ini – khususnya yang berjuang untuk mengembalikan daulah Islam – belum memenuhi syarat-syarat untuk meraih kemenangan dan kekuasaan, dengan keragaman dan perbedaan yang sangat bervariasi dalam masalah ini. Ada yang telah memenuhi banyak syarat ada yang sedikit dan ada yang belum memenuhi sama sekali. Alloh SWT berfirman:
إِنَّ اللهَ لاَيَظْلِمُ النَّاسَ شَيْئًا وَلَكِنَّ النَّاسَ أَنفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
“Sesungguhnya Alloh tidak berbuat zhalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zhalim kepada diri mereka sendiri”. (QS. Yunus:44)

Diterjemahkan dari Kitab Al ‘Umdah Fii I’daadil ‘Uddah Lil Jihaadi Fii Sabiilillaahi, Syaikh ‘Abdul Qoodir bin ‘Abdul ‘Aziiz
Artikel Terkait
Terimakasih telah berkunjung diblog pepatah motivasi ini semoga bermanfaat dan berguna .. :-D
Jika ingin berlangganan artikel bisa klik disini dan jangan lupa buat join di fanspage ini bisa di klik disini ..
Salam hangat dari blogger Sukabumi Ping your blog, website, or RSS feed for Free
Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment

Tolong komentarnya berhubungan dengan artikel yang ada.
Komentar yang mengarah ketindakan spam
akan dihapus atau terjaring secara otomatis oleh spam filter.

 
;